Social Worker
Dalam waktu lebih satu tahun berkecimpung dunia kemanusiaan, beragam bencana sudah kutemui. Dimulai dari bencana alam seperti banjir, tanah longsor maupun gempa bumi. Bencana kemanusiaan akibat rasisme pun tak luput dari kejadiaan tanpa rencana.
Sempat terpikir, dulu sekali, Bagaimana rasanya jika bencana yang hadir berupa bencana global, yang menyerang kesehatan ?
Jujur, dari semua bencana yang ada, hanya banjir dan kabut asap yang kulihat bahkan kurasakan dampaknya. Sisanya? hanya mengirim bantuan tuk mereka yang membutuhkan.
Ntah ada angin apa, 2020 ini rasa penasaranku terhadap bencana yang mengancam kesehatan terjawab. Covid-19 hadir sebagai jawaban tersebut.
Ya, bukan hanya sebagai pekerja sosial yang membantu mereka yang membutuhkan. Namun, juga sebagai salah satu dari mereka yang was-was akan menjadi korban berikutnya. Ternyata, penasaranku tersebut tak cukup sampai disitu. Berita yang seliweran terkait masyarakat yang terkena pandemi ini pun tergambar begitu saja di hadapanku. mereka yang terdampak ekonomi satu per satu tumbang, yang kemarin cukup mapan menjadi tak punya, mereka yang kemarin sudah kekurangan semakin tercekik.
Belum selesai sampai disitu, sahabat terbaik ku yang mayoritas tak luput menjadi pejuang garda terdepan menghadapi covid-19 sebagai tenaga medis. Hingga akhirnya salah satu dari kami, tumbang terjangkit covid-19. Tanpa Gejala, yang harusnya bulan ini bertemu, tak jadi bertemu.
Sampai situ, aku sadar bahwa memiliki pemikiran atau rasa "penasaran" terhadap sesuatu yang kurang baik itu membahayakan. seperti halnya aku yang penasaran membayangkan bagaimana rasanya berhadapan langsung dengan bencana.
Tak apa, mungkin memang bencana ini sebagai diberikan sebagai "pengingat terbesar" akan waktu kepada manusia dari penciptanya. Pandai-pandai lah dirimu bersyukur terhadap suatu hal, waktu yang luang salah satunya.
Untuk siapa pun diluar sana, setiap individu merupakan mahluk sosial, letakkan porsi sosialmu untuk membantu sesama. bersama kita pasti bisa melakukan lebih baik, jangan egois untuk bisa hidup sendiri.
salam,
social worker
bpp, 13/7/20
Sempat terpikir, dulu sekali, Bagaimana rasanya jika bencana yang hadir berupa bencana global, yang menyerang kesehatan ?
Jujur, dari semua bencana yang ada, hanya banjir dan kabut asap yang kulihat bahkan kurasakan dampaknya. Sisanya? hanya mengirim bantuan tuk mereka yang membutuhkan.
Ntah ada angin apa, 2020 ini rasa penasaranku terhadap bencana yang mengancam kesehatan terjawab. Covid-19 hadir sebagai jawaban tersebut.
Ya, bukan hanya sebagai pekerja sosial yang membantu mereka yang membutuhkan. Namun, juga sebagai salah satu dari mereka yang was-was akan menjadi korban berikutnya. Ternyata, penasaranku tersebut tak cukup sampai disitu. Berita yang seliweran terkait masyarakat yang terkena pandemi ini pun tergambar begitu saja di hadapanku. mereka yang terdampak ekonomi satu per satu tumbang, yang kemarin cukup mapan menjadi tak punya, mereka yang kemarin sudah kekurangan semakin tercekik.
Belum selesai sampai disitu, sahabat terbaik ku yang mayoritas tak luput menjadi pejuang garda terdepan menghadapi covid-19 sebagai tenaga medis. Hingga akhirnya salah satu dari kami, tumbang terjangkit covid-19. Tanpa Gejala, yang harusnya bulan ini bertemu, tak jadi bertemu.
Sampai situ, aku sadar bahwa memiliki pemikiran atau rasa "penasaran" terhadap sesuatu yang kurang baik itu membahayakan. seperti halnya aku yang penasaran membayangkan bagaimana rasanya berhadapan langsung dengan bencana.
Tak apa, mungkin memang bencana ini sebagai diberikan sebagai "pengingat terbesar" akan waktu kepada manusia dari penciptanya. Pandai-pandai lah dirimu bersyukur terhadap suatu hal, waktu yang luang salah satunya.
Untuk siapa pun diluar sana, setiap individu merupakan mahluk sosial, letakkan porsi sosialmu untuk membantu sesama. bersama kita pasti bisa melakukan lebih baik, jangan egois untuk bisa hidup sendiri.
salam,
social worker
bpp, 13/7/20
Komentar
Posting Komentar