Pesimis sopan vs optimis mematikan

Beberapa orang memilih untuk pesimis terhadap sesuatu ketimbang harus optimis.
Bukan tanpa sebab, karena mungkin baginya bertanggung jawab atas sebuah kegagalan yang menyeret orang lain lebih sulit dibanding kegagalan yang hanya bersarang dalam dirinya.

Ia lebih sopan, karena perlahan menarik diri,meskipun dianggap sebagai si pengecut yang tak mau maju.
Berbeda dengan mereka yang memilih berjalan optimis, apapun dihadapi dengan penuh resiko. Termasuk berselisih rasa dengan sekitarnya, mudah untuk mereka berkata :

"Kalau nggak mau ada resiko, mati aja lu. Namanya juga hidup, pasti ada resiko lah, kan nggak mungkin kamu bisa nyenengin semua orang."

Damn,
Kalimat ini seperti tembok cina yang sampe kiamat pun kagak bakalan bisa didaki oleh   manusia awam (jujur gue gak tau pendaki bisa kagak mendaki tu tembok cina😂). Tiap hari kehidupan macam lotre yang kalau nggak menang, ya kalah. Bodo amat dengan orang-orang sekitar yang terlibat dalam taruhannya.

Hanya untuk pengingat sendiri, jikalau suatu saat sedang menjadi si optimis, janganlah mematikan orang dengan kalimat 'masa gitu aja nggak bisa?' atau membenamkannya dengan sikap keoptimasanmu yang melangit.
Bila mampu, bisa mengajaknya tuk bangkit. Jika dirasa tak mampu, cukup menjaga lisan tuk tak berucap apalagi berkomentar lebih.

Begitupun jikalau suatu saat sedang menjadi si pesimis, janganlah terlalu tenggelam dengan bayangan pikiran. Bebaskan saja apa yang ingin kau lakukan, usahakan hal yang positif hingga perlahan bisa bangkit. Tak perlu menambah risau hati dengan sesuatu yang tak ingin bahkan pantas kau dengar, namun tak pula menutup telinga hingga akhirnya mati membatu dalam kesendirian.

Hidup itu terlalu singkat untuk menjadi 'superior' maupun 'inferior', So berlaku lah adil terhadap keduanya maka sebuah ketenangan senantiasa menghampiri hidupmu.

#reflection
#reminder

Komentar

Postingan Populer